Tepat 3 bulan sejak menjadi ketua youth, saya dipercayakan menjadi ketua acara paskah tahun 2005 “Faithful”, jadi saya berusaha mempersiapkan sebaik mungkin dan ini pertama kali Tuhan mempercayakan hal yang besar, dan saya pun antusias menyambutnya. Bayangkan seperti anda dipercayakan oleh ayah anda untuk membawa mobil pertama kali, wah bangga dan senang banget.
Saya berpikir sepertinya semua akan berjalan sesuai rencana, ehm…ternyata jauh dari apa yang saya harapkan, entah mengapa benar-benar seperti mimpi buruk, tiba-tiba saja banyak terdapat kesalah pahaman dan selisih pendapat di antara kami semua. Saya kehilangan iman, dan sangat tergoyahkan. Oh ya, kita para pelayan janjian dress code warna ungu (banyak yang bilang waktu Tuhan kita mau disalib, Dia memakai jubah ungu), dan coba tebak? Ibadah paskah kami benar-benar “ungu” banget keadaannya, begitu kelabu, yang datang hanya 35 orang, dan ibadah itu berlangsung 2 jam dengan keadaan seperti di kuburan, tidak ada gairah, kosong, dan memilukan. Apa yang saya pikirkan hanyalah saya ingin cepat-cepat selesai, dan mengundurkan diri jadi ketua. Apa yang pikirkan saat itu hanya pikiran tentang membenarkan diri saya bahwa benar kan saya ga pantas jadi ketua, saya gak punya kapasitas untuk memimpin.
Saya sudah bertekad untuk membicarakan masalah ini dengan pembina saya, tapi saya bersyukur salah seorang teman dekat saya memberi dukungan, dia SMS saya mengatakan hal yang sederhana tapi sangat berarti bagi saya, “…tetap belajar aja, lu tetap ketua gue.”
Kegagalan itu sebenarnya pasti dialami oleh semua orang, jadi kegagalan itu mestinya tidak menjadi hal yang harus ditakuti atau dihindari, karena semua orang dalam perjalanan hidupnya pasti pernah bertemu dengannya, beberapa orang mengalaminya ratusan, beberapa lagi mengalaminya ribuan kali dan menyesali perjumpaan dengannya, sementara beberapa orang bijak bersyukur telah menjumpainya dan telah menjadi orang yang diperbaharui setelah kegagalan tersebut. Sepertinya definisi yang tepat untuk kegagalan adalah beberapa langkah mundur untuk meloncat ke tempat yang lebih jauh lagi.
Saya berpikir sepertinya semua akan berjalan sesuai rencana, ehm…ternyata jauh dari apa yang saya harapkan, entah mengapa benar-benar seperti mimpi buruk, tiba-tiba saja banyak terdapat kesalah pahaman dan selisih pendapat di antara kami semua. Saya kehilangan iman, dan sangat tergoyahkan. Oh ya, kita para pelayan janjian dress code warna ungu (banyak yang bilang waktu Tuhan kita mau disalib, Dia memakai jubah ungu), dan coba tebak? Ibadah paskah kami benar-benar “ungu” banget keadaannya, begitu kelabu, yang datang hanya 35 orang, dan ibadah itu berlangsung 2 jam dengan keadaan seperti di kuburan, tidak ada gairah, kosong, dan memilukan. Apa yang saya pikirkan hanyalah saya ingin cepat-cepat selesai, dan mengundurkan diri jadi ketua. Apa yang pikirkan saat itu hanya pikiran tentang membenarkan diri saya bahwa benar kan saya ga pantas jadi ketua, saya gak punya kapasitas untuk memimpin.
Saya sudah bertekad untuk membicarakan masalah ini dengan pembina saya, tapi saya bersyukur salah seorang teman dekat saya memberi dukungan, dia SMS saya mengatakan hal yang sederhana tapi sangat berarti bagi saya, “…tetap belajar aja, lu tetap ketua gue.”
Kegagalan itu sebenarnya pasti dialami oleh semua orang, jadi kegagalan itu mestinya tidak menjadi hal yang harus ditakuti atau dihindari, karena semua orang dalam perjalanan hidupnya pasti pernah bertemu dengannya, beberapa orang mengalaminya ratusan, beberapa lagi mengalaminya ribuan kali dan menyesali perjumpaan dengannya, sementara beberapa orang bijak bersyukur telah menjumpainya dan telah menjadi orang yang diperbaharui setelah kegagalan tersebut. Sepertinya definisi yang tepat untuk kegagalan adalah beberapa langkah mundur untuk meloncat ke tempat yang lebih jauh lagi.
0 komentar:
Posting Komentar